Tinggalkan jejak anda melalui komentar

Jumat, 23 Desember 2011

Harmonisasi Cinta

Senyuman Bidadari
                Beberapa hari ini aku masih betah memperhatikannya, sikapnya, cara bicaranya, apa sajalah yang dapat aku perhatikan dari dia. Tapi ini semua tidak mengganggu konsentrasi kuliahku, aku tetap bisa membagi pikiranku disaat yang tepat. Aura yang keluar darinya hari ini cukup membuatku terkesima, dengan celana jeans biru tua yang sedikit ketat, dipadu dengan kemeja merah ditambah dengan jaket biru muda dan sepatu kets abu-abu, membawa tas ransel yang sepertinya cukup berat. Ia benar-benar terlihat cantik dengan pakaian yang sederhana seperti itu. Kini ia berjalan ke arahku yang sedang duduk di kantin bersama dengan teman-teman.
“hai, boleh aku gabung, sepertinya sudah tidak ada meja yang kosong?” tanyanya sambil menaruh tangannya di atas meja.
Ya sekarang memang jam makan siang, jadi maklum saja jika kantin sedang ramai.
“ya silahkan saja, terserah kau mau duduk di sebelah mana.” Jawab Doni temanku
Aku mulai gugup, berharap dia tidak memilih duduk di sebelahku. Tetapi ternyata dia malah duduk di sebelahku, aku tidak tahu harus bersikap bagaimana. ‘huh….’ Aku menghela nafas untuk menghilangkan rasa gugup ku. ‘aku tidak boleh salah tingkah, aku tidak boleh salah tingkah.’ Ucapku dalam hati.
Sani  memesan makan siangnya, sambil menunggu makanan, kami melanjutkan perbincangan sebelumnya. Obrolan tentang kuliah, tugas, sampai kehidupan pribadi menjadi teman makan siang kami. Satu persatu ditanya tentang kehidupan pribadinya, terutama tentang pacar atau tipe pacar. Kini gilanku yang ditanya, aku langsung tersedak ketika tiba giliranku itu.
“bagaimana denganmu Go, apakah ada yang menarik hatimu di sini?” pertanyaan yang diajukan Erick membuatku tersedak lagi.
“emm…., ada sih.” Jawabku
“hayo..... siapa?” kini Sani yang menanyaiku, sungguh kenapa harus dia yang bertanya seperti itu. ‘itu kamu Sani’ jawabku dalam hati.
“ehm… itu hanya akan menjadi rahasiaku saja” jawabku sedikit lega
“wah, kau ini tidak seru. Kalau begitu bagaimana orangnya” kini pertanyaan dilempar oleh Luna.
“ok, kalau itu aku akan cerita tapi sedikit saja ya. Dia itu cantik banget, tampilan luarnya sederhana, mungkin dia orang yang simple. Rambutnya tidak terlalu panjang dan berkaca mata. Sudah-sudah segitu saja.” Jawabku sambil berharap teman-temanku tidak tahu siapa itu.
“wah, kalau begitu cirinya, banyak sekali yang ada di kampus ini. Mungkin aku harus mencarinya hahahaha.” Kata-kata Doni ini membuatku kaget.
“nah sekarang giliran kamu San, ada tidak yang menarik perhatian mu?” Tanya Luna pada Sani.
“eh.. apa? Aku ya sekarang?” jawabnya kaget, sepertinya ia kaget dengan pertanyaan yang bergilir itu.
“kalau sekarang sih belum ada yang menarik hatiku” jawabannya memberiku harapan, sungguh.
“wah, masa sih San. Kalau begitu seperti apa tipemu?” Tanya Erick yang bergaya sok manis, mungkin dia berharap tipe Sani seperti dirinya.
“tipe? Tipeku wajar-wajar saja baik, jujur, setia, percaya, dan taat beribadah.” Jawab Sani.
Jawabannya membuat aku sedikit tersenyum (kalau banyak-banyak, nanti temanku bingung aku kenapa). Tipe yang simple, tidak melihat fisik. Tetapi hati dan iman, aku sedikit bertanya dalam hati, ‘apakah aku seperti yang dia sebutkan? Memang itu hal yang sederhana, tapi jika dipikir dalam menjalaninya itu tidak mudah.
“wah, tipemu sederhana sekali ya, tapi saat ini jarang sekali bisa dapat pasangan yang seperti itu” kata Luna.
“ya memang, tapi itu adalah tipe yang paling pas menurutku. Mau fisiknya seperti apa, asal dia sesuai yang tadi ya aku mau-mau saja. Manusia itu sempurna, tapi tidak semua yang dia punya sempurna, ia pasti punya kelemahan dan kelebihan. Kalau aku ketemu orang yang belum seperti itu, tapi dia mau berubah ya aku beri dia kesempatan.” Kata Sani, apa yang dia ucapkan menandakan ia punya hati yang tulus, jadi kalau begitu aku bisa menjadi pacarnya dong. Aku jadi senyum-senyum sendiri sekarang, untung tidak ada yang melihat.
“aku ada jam kuliah bentar lagi, udah dulu ya nanti ketemu lagi kalau sempat” pamit Sani.
“oh, ok deh da…..” kata Erick.
Dia sudah berjalan menuju kelasnya, badannya pun lama-lama menghilang dari pandanganku. Kini aku berpamitan dengan teman-temanku, aku juga ada kelas sebentar lagi.
**
Kelasku sudah berakhir, aku ingin mencari Sani sekarang. Apakah dia sudah pulang? Aku ingin mengantarnya pulang jika dia belum pulang. Aku coba Tanya teman satu kelasnya saja. Aku keluarkan hp dari sakuku, sudah kuketik pesan tapi kuurungkan untuk mengirimnya. Aku takut jika dia bertanya mengapa aku mencari Sani, aku harus menjawab apa. Aku masukkan lagi hp ku ke dalam saku. Pandanganku menuju ke orang yang sedang berjalan kearahku, sepertinya dia Sani. Ya.. benar itu Sani, saat aku cari dia datang sendiri menghampiriku.
“hai, sudah selesai kuliahnya?” Tanya ku mengawali
“sudah, tapi aku masih harus ke perpustakaan, ada tugas yang harus kuselesaikan” jawabnya
“ow.. kalau begitu mau aku temani?” entah dorongan dari mana sehingga aku mampu mengatakan itu kepadanya
“eh… nggak usah, aku bakalan lama kog. Mending kamu pulang aja, ini udah hampir sore lho.” Katanya
“enggak papa kog, lagian aku lagi nggak ada kerjaan. Mungkin aku bisa bantu kamu ngerjain tugas, tapi kalau malah mengganggu ya maaf” kataku padanya
“enggak kog, nggak ganggu. Kalau kamu mau temani aku ya ayo” iya mengajakku dan berjalan ke perpustakaan.
Di perpustakaan dia begitu serius mengerjakan tugasnya, terkadang meminta ku untuk mengambil buku yang ia butuhkan. Ternyata ia memang membutuhkan teman untuk membantunya, dan perpustakaan ini memang sedang sepi, jadi ada gunanya juga aku menemaninya.
Sore tiba, tugas Sani sudah selesai. Kini saatnya pulang, aku menawarkan untuk mengantarnya. Awalnya ia tidak mau tapi setelah ku paksa akhirnya dia mau. Di perjalanan kali ini nggak sekaku waktu pertama aku mengantarnya pulang, aku berbincang tentang banyak hal. Begitu sampai di rumahnya, aku jadi ingin meminta nomernya.
“Sani, aku boleh meminta nomer hpmu ? barangkali jika aku ada perlu kan tinggal sms kamu aja” tanyaku
“boleh kok, kebetulan aku juga ingin tau nomer mu. Ini nomerku 0856********” jawabnya sambil aku mengetik nomernya di hpku, kemudian menghubunginya.
“itu nomerku.” Kataku
“yang belakangnya 56 ini ya?” tanyanya
“ia, kalau begitu aku pulang dulu ya. Sampai ketemu besok.” Aku langsung melajukan motorku.
Setelah sampai di kos, aku langsung mandi dan beristirahat sebentar, kemudian mengerjakan tugas-tugas kulliahku. Sambil mengerjakan tugas, aku memandangi layar hp ku yang tertuju pada nomer  Sani. Ingin aku sms, tapi aku gugup sekali. Malam tiba, sebelum tidur aku sms Sani hanya sekedar mengucapkan terima kasih.
To Sani :
‘terima kasih untuk hari ini, selamat malam dan selamat tidur. Sampai jumpa besok.’
Huh… akhirnya aku berani juga untuk sms. Tak lama hp ku berbunyi
From Sani :
‘terima kasih juga karena telah membantuku mengerjakan tugas dan mengantarku pulang. Selamat malam dan selamat tidur juga’
**
Hari ini saat aku berangkat ke kampus, aku melihat Sani sedang bersama-sama anak jalanan, ia tertawa bersama mereka. Aku parkir motorku tak jauh dari Sani berada kemudian menghampirinya.
“Sani, sedang apa kamu di sini?” tanyaku
“oh, hai Igo, aku sedang mengajari anak-anak ini. Kamu mau tidak kuliah?” katanya
“kebetulan aku sedang lewat dan melihat kamu, karena penasaran aku turun dan memarkir motorku. Kuliahku nanti jam 9, aku hanya bosan di kos makanya aku berangkat lebih awal” kataku
“oh, kamu mau ikut aku mengajar mereka ?” Tanya Sani
“boleh, apa yang harus aku lakukan”
“kita sedang belajar berhitung kau bisa membantu mereka menghitung”
Setengah jam sudah aku berada di sini, anak-anak tadi baru saja pulang. Aku dan Sani berangkat ke kampus dengan motorku.
“mengapa kamu melakukan hal tadi ?” Tanya ku pada Sani
“aku hanya ingin mengajari mereka, aku tahu sekolah sekarang sudah gratis, tetapi banyak orang tua mereka yang tidak mendaftarkan mereke ke sekolah, dengan alasan sepatu, seragam, buku, dll yang harus mereka tanggung. Jadi aku ingin mengajari mereka dengan memberikan buku gratis, dan sekolah tanpa seragam. Jadi orang tua mereka tidak usah khawatir dengan biaya.” Jawabnya
“wah, kamu mulia banget, jarang ada yang kayak kamu lho. “ puji ku
Dia bukan hanya memiliki senyuman yang seperti biadadari tetapi juga mempunya hati yang tulus seperti bidadari. Sambil ku lihat senyumnya yang mengembang dari kaca sepion, benar-benar cantik dan seperti bidadari.

Senin, 31 Oktober 2011

Masa lalu yang kembali ke pikiran

sebenarnya sudah lama hilang tapi tiba-tiba kemarin datang ke pikiran ku. Awal tidur siangku yang tadinya biasa saja jadi awal tidur siang yang agak menggelikan. beberapa lama setelah itu aku mendengar sebuah lagu yang dinyanyikan Sammy dengan judul Sedang Apa dan Dimana. Ini Liriknya

dulu selalu ada waktu untuk kita
kini ku sendiri
dulu kata cinta tak habis tercipta
kini tiada lagi (lagi)
*courtesy of LirikLaguIndonesia.net
sedang apa dan dimana dirimu yang dulu ku cinta
ku tak tahu tak lagi tahu seperti waktu dulu
apakah mungkin bila kini ku ingin kembali
menjalani janji hati kita

sedang apa dan dimana wooo
sedang apa dan dimana dirimu yang dulu ku cinta
ku tak tahu tak lagi tahu seperti waktu dulu
apakah mungkin bila kini ku ingin kembali
menjalani menjalani menjalani janji hati kita


nggak tau kenapa aku langsung bangun dan ke luar kamar, dengerin lagu itu bener-bener. dan lagu itu aku banget teman-teman
Beberapa hari lalu juga nggak sengaja pas nyanyi lagu Christian Bautista, eh si "ehem" lagi nge post lagu Christian Bautista juga. jadi semakin menjadi lah pikiran-pikiran itu. hahahaha

Senin, 24 Oktober 2011

My Future

Bicara soal cita-cita, sebenarnya aku memiliki cita-cita sebagai pianis yang berprofesi sebagai apoteker. aku ingin menjadi pianis dan mempunyai grup orkes seperti Andi Rianto dan Erwin Gutawa. aku juga ingin menjadi seorang apoteker seperti mama. Soal cita-cita ku yang ini karena dari kecil aku sudah terbiasa hidup di lingkungan pabrik obat dan apotek. aku sering ikut mama pergi ke pabrik dan ke apotek, dan sering juga mengganggu jika mama sedang bekerja. hal yang satu ini sangat menyenangkan bagiku.
Aku juga mempunyai cita-cita lain yaitu mensejahterakan masyarakat Indonesia, dengan memberantas kemiskinan dan memajukan pendidikan Indonesia. aku ingin memiliki sebuah lapangan pekerjaan yang mampu menampung masyarakat yang pengangguran dan aku ingin memilikii perumahan yang tidak memerlukan tanah yang luas tapi mampu menampung orang yang tidak punya rumah. Cita-cita yang satu ini memang berat jika dipikirkan, tetapi aku ingin agar apa yang menjadi cita-cita ku ini dapat tercapai. baik cita-cita pekerjaanku dan cita-cita sosialku.

SAHABAT

Laki-laki berumur 7 bulan lebih tua dariku ini selalu menjadi tema bercerita. waktu aku masih tinggal di Surabaya dia selalu menemani ku di saat aku membutuhkan dia. walau sekarang kami sudah terpisahkan jarak, kami masih berkomunikasi dan bercerita walau tidak sesering waktu aku di Surabaya. Karena kesibukan kami masing-masing dan hobi baru sahabatku itu.
Hobi fotografi yang baru di jalankan ketika aku di Jogja memang menyita banyak waktunya. tapi aku senang ketika dia serius dengan apa yang dia senangi itu. Ketika aku di Surabaya, aku selalu meminta untuk di foto dan mencoba untuk memotret objek yang aku inginkan. sahabat yang satu ini walau kadang-kadang menyebalkan namun kepadanyalah aku mau cerita tentang kehidupan ku.

Jumat, 21 Oktober 2011

Harmonisasi Cinta

PERPISAHAN DAN PERKENALAN
                Mengemas semua barang yang ada di kamar dan melakukan perpisahan. Sungguh rasanya aku masih ingin di tempat ini, tempat di mana aku berdiri dan kota tempat aku dibesarkan. Kuliah di luar kota memang pilihanku, namun ini masih terasa berat. Berpisah dengan mama dan papa, teman-teman dan suasana kota Surabaya ini. Yogyakarta memang bukan kota asing bagiku, di sana banyak sekali saudara dan tempat di mana aku lahir. Tetapi aku pasti akan tetap menemukan teman-teman baru yang sama sekali belum pernah kukenal.
                Dengan nada sedikit teriak mama memanggilku, “Digo, cepat turun sebentar lagi kita berangkat”. “ya ma, aku sudah mau turun kog” jawabku sambil merapikan sedikit barang yang masih tercecer. Kuturuni satu persatu anak tangga sambil menenteng koper dan menggendong tas ransel yang selalu menemaniku jika pergi. Di ruang tengah sudah berkumpul semua keluargaku dan teman-temanku. Aku tahu aku anak laki-laki yang sudah berumur 18 tahun, tetapi melihat mereka semua di sini aku jadi ingin menangis. Dee temanku yang terdekat yang akan paling aku kangeni diantara semua temanku.
                Perpisahan sudah usai, aku segera berangkat menuju stasiun bersama papa, mama, dan Jessy adikku. Dee dan teman-temanku yang lain tidak ikut mengantarku sampai stasiun. Di dalam mobil Jessy tak henti-hentinya mencegahku supaya tidak pergi, aku hanya bilang kalau aku akan kembali dan dia bisa mengunjungiku untuk menenangkannya. Jessy adikku satu-satunya, dia yang sering menghiburku jika sedang sedih. Bagiku anak umur 14 tahun ini sangat manis bagiku, senyum tulusnya selalu membangkitkan semangatku. Hanya saja mulai hari ini aku tak bisa melihatnya setiap hari di hadapanku. Tetap semangat ya malaikat manisku, kakakmu juga akan merindukanmu.
                Kereta sudah siap di jalurnya, aku segera naik ke dalam kereta. Tapi sebelumnya aku melakukan perpisahan terlebih dahulu dengan keluargaku ini. “Papa dan mama yang selalu ada di saat apapun, Jessy yang manis terima kasih untuk semuanya. Mulai hari ini aku akan membuat kalian bahagia dan bangga. Aku berangkat, jaga diri kalian” dengan perasaan yang sedikit sedih aku mengucapkan perpisahan dengan mereka. “Kakak, sering telfon aku ya. Aku pasti akan kangen sama kejahilan kakak. Da..da..”. “Go, kamu baik-baik disana ya. Mama akan merindukan kamu”.”Papa hanya mau bilang jaga sikapmu ya” mereka satu-persatu mengucapkan salam perpisahan. “ok, aku berangkat”.
                Di dalam kereta aku hanya mendengarkan lagu dan sesekali tertidur. Tak terasa 5 jam perjalanan telah aku lewati, kini aku sudah tiba di stasiun Tugu Yogyakarta dan aku siap merasakan hal baru di sini. Aku dijemput oleh Ben sepupuku dengan menggunakan mobil sedan miliknya. Ben juga berkuliah di tempat yang sama denganku hanya saja ia sudah semester 5. Sepanjang perjalanan ke rumah Pakde Iwan yang juga ayah Ben aku menikmati pemandangan kota Jogja. Dari kali code, tugu Jogja dan sekitar jalan-jalan yang aku lewati.
                Aku hanya akan tinggal beberapa hari di rumah pakde Iwan, setelah itu aku tinggal di tempat kos yang tidak terlalu jauh dari sini. Baru sehari menginjakkan kaki di Jogja aku sudah merasa nyaman, suasana damai dan udaranya yang sejuk. Ditambah kehangatan keluarga di sini, semakin membuat ku nyaman. Budhe Dewi memasakkan makan siang untuk kami semua, walau bukan makanan yang mewah namun rasanya sangat lezat dan dapat menambah nafsu makan.
*
                Sudah tiga hari aku berada di Jogja, besok waktunya aku masuk kuliah dan menjalankan OSPEK. Menjadi mahasiswa baru di jurusan sastra Jerman adalah hal yang sudah aku idamkan sejak lama. Hari ini aku sudah mulai tinggal di tempat kos karena lebih dekat untuk pergi ke kampus. Beberapa hari ini Ben mengajakku keliling kota Jogja, itu cukup membantu menghafalkan jalan-jalan di kota Jogja ini. Kos-kosan yang terletak di jalan Kaliurang ini begitu nyaman, walau fasilitasnya tidak terlalu lengkap namun ini sudah cukup bagi orang sepertiku.
                Persis di sebelah kamar kosku adalah kos-kosan cewek, jadi kadang aku bisa mendengar suara penghuninya. Kadang ada yang tertawa lepas, kadang ada suara seperti orang bertengkar. Ini juga membuatku semakin nyaman tinggal di sini. Makanan yang tersedia di sekitar sini juga sangat banyak dan sesuai dengan kantong mahasiswa, jadi tidak perlu jauh-jauh untuk mengisi perut.
                Karena nggak punya kerjaan di kosan, aku pergi mengelilingi perumahan tempat kosku. Ternyata tak jauh dari kosku ada sebuah taman yang tak begitu bagus tapi menarik perhatianku. Anak-anak kecil banyak yang bermain dan berlari-lari di taman ini. Di dekat pohon mangga di pojok taman itu ada sosok cewek yang menarik perhatianku. Senyumnya sangat kalem dan tulus, ia sepertinya sedang berbicara dengan seorang anak kecil. Anak itu juga tampak senang berbicara dengan cewek itu.
                Tak terasa sudah lama aku duduk di taman ini dan memperhatikan cewek itu. Sekarang waktunya aku pulang ke kosan. Masih terbayang jelas wajah cewek itu, dengan senyumnya yang manis. Tapi tak sempat kutanyakan siapa namanya. Semoga besok aku bisa bertemu dengannya lagi. Sekarang watunya aku mempersiapkan untuk besok.
*
                Senior yang sedang berdiri di depan itu terus memandangi kami, tugas demi tugas diberikan. Badanku sangat lelah, setiap hari pulang malam dan ini harus kulakukan tiga hari. Untung saja ini adalah hari terakhirku menjalanai OSPEK ini. Gadis cantik yang aku temui beberapa hari lalu di taman tiba-tiba muncul di hadapanku. Sungguh wajahnya sangat cantik, tak kusangka ia juga berkuliah di tempat ini.
                Sore ini setelah acara penutupan OSPEK aku tidak langsung pulang, aku pergi berjalan-jalan dengan teman-teman baruku. Kami jalan-jalan berkeliling kota Jogja ini dan sambil ku ingat jalan di sini. Di tengah jalan-jalan ku aku bertemu lagi dengan gadis itu, ia juga sedang pergi dengan temannya. Temanku ada yang kenal dengan teman gadis itu dan kami bergabung dengan mereka. Aku hanya diam malu-malu sambil memperhatikan wajahnya. Teman-teman ku yang sedang mengobrol asik tidak membuatku berhenti memperhatikannya.
                Beberapa kali mata ku bertemu dengan matanya, dan beberapa kali aku mengalihkan pandangan agar dia tak tahu bahwa aku sedang memperhatikannya. Malam semakin larut dan aku pulang ke kos ku, tiba-tiba temanku menyuruh gadis itu untuk pulang bersama ku katanya tempat kosnya dekat dengan ku. Jantung ku berdegup kencang sekali, aku senang kalau bisa mengantar dia, tetapi aku canggung.
                Akhirnya kesepian terjadi di atas motor ku, aku ingin mencoba untuk mengajak bicara tapi apa yang harus aku katakan. “kos ku gang depan belok kiri ya, nanti diturunin di depan gang aja.” Gadis itu berkata. “ow, ya aku antar sampai kos lah, kamu kan cewek.” Kataku dengan sedikit gemetar. “udah nggak papa kog, dari gang situ udah deket, kan kos mu masih lurus biar ga usah balik” katanya lagi. “ aku kan juga pingin tau kos mu di mana” tanpa kusadari kata-kata itu keluar dari mulutku. “ya udah deh, nah ini kiri”. Sambil membuka helm aku bertanya “ini kos mu ya, dekat ya ternyata, eh ia kita kan belum kenalan”. “ia ya, nama ku Sania Katrina Utami panggil aja Sani , kalau kamu?” kenal Sani. “aku Adigo Christian Pratama panggil aja Digo atau Igo.” Kenalku. “aku pulang ya. Selamat malam.” Kataku. “hati-hati ya, selamat malam juga, terima kasih sudah diantar” teriak Sani.
                Begitu sampai di kasur ku aku tak bisa tidur, aku terus memikirkan Sani. Wajahnya hari ini dan apa yang kita lakukan hari ini. sungguh hari yang indah, dan menjadi awal perkenalanku dengan Sani. 

Selasa, 16 Agustus 2011

Coffee and Love

Matahari sudah kembali ke peraduannya, waktu juga sudah menunjukkan pukul tujuh lebih lima belas, namun aku belum beranjak dari dudukku di sebuah cafe pinggir kota ini. Lima gelas kopi sudah ku habiskan sejak sore tadi, ditambah sepuluh bungkus cemilan yang telah habis dan satu novel yang sudah kubaca sampai selesai. Tiga jam menunggu itu sanggatlah membosankan, apalagi di cafe yang kebanyakan tamunya tak duduk sendiri. Pelayan yang sama sejak tadi bolak balik menghampiriku dan mencatan pesananku, mungkin dia pikir sedang apa aku di sini memesan begitu banyak minuman dan cemilan namun aku hanya seorang diri. Pandanganku sesekali terpaku pada ponsel berwarna merah yang berada diantara gelas-gelas kopi yang telah kosong. Aku sangat ingin untuk pulang dan berhenti menunggu, tetapi bagaimana jika dia datang dan aku tak ada di sini. Apa reaksinya nanti aku juga tak mengerti.
Sekarang jam berwarna biru tosca di tanganku sudah tepat berada di angka delapan. Tanpa pikir panjang lagi aku memutuskan untuk pulang. Membayar semua yang aku pesan dengan sia-sia dengan uang seratus ribu rupiah tanpa kembalian. Berjalan ke parkiran saja aku seperti orang bingung yang baru saja melakukan kebodohan besar, yaitu menunggu seseorang yang tidak pernah datang. Kunaiki sepeda motor ku dan berjalan menuju rumah dengan memikirkan mengapa ia tak datang hari ini.
Setelah setengah jam perjalanan aku sampai di rumah, kulihat ponselku berharap dia mengabariku namun tak ada satu pun sms atau telpon darinya. Kulempar tubuhku ke ranjang, menatap langit-langit sambil membayangkan dan memikirkan dia. Tak terasa mataku terpejam sampai pagi.
Bunyi ponsel membangunkanku, telpon dari Adit orang yang dari kemarin ku tunggu.
“Halo Dona, maaf ya kemarin nggak datang” katanya dengan menyesal.
“Ya....” benar-benar malas aku menjawabnya.
“Maaf ya, kemarin aku tiba-tiba harus pergi menemani mama, dan aku lupa membawa ponsel. Kemarin aku kesana tapi kamu sudah nggak ada, aku kerumahmu kamu udah tidur. Jadi maafkan aku ya, kamu tahu mamaku seperti apa kan?”
“Ya, aku maafkan. Tapi aku capek banget nunggu kamu”
“Maaf kemarin aku benar-benar bingung, kan kamu tahu aku nggak ingat nomermu. Jadi aku nggak bisa menghubungimu”
“Ya, aku maafkan kog. Sudah ya aku capek. Uhuk...uhuk...uhuk...”
“Kamu sakit ?”
“enggak kog, aku cuma capek, udah kamu nggak usah khawatir. Udah ya aku tidur, masih capek”
“ok....selamat istirahat ya”
Sore tiba, Adit sms dan mengajak bertemu. Kepalaku sangat pusing dan lambungku sangat perih. Apa ini karena aku hanya makan sedikit hari ini dan banyak tidur. Diluar rumah hujan sangat deras, tak mungkin aku pergi naik motor sendiri. Jika aku tak datang bagaimana dengan Adit.
Ponselku berbunyi, telpon dari Adit.
“Halo Adit, ada apa?”
“Kamu bisa datangkan?”
“Bisa kog, aku sudah mau berangkat ini?”
“ow, ok aku tunggu ya”
Taksi yang ku pesan sudah datang, aku segera berangkat ke cafe milik Adit yang terletak dekat rumahnya. Karena ini hujan jalanan jadi macet, setengah jam sudah aku terjebak macet. Cafe Adit sudah dekat tetapi jalan masih macet, jadi aku putuskan untuk berjalan dan menembus hujan dengan payung yang kubawa.
Dengan tubuh yang menggigil, sampailah aku di cafe Adit.
“maaf aku terlambat” ucapku sambil berusaha menghangatkan tubuh
“Dona, kamu kehujanan?”
“ia, tadi jalan macet pas udah dekat aku turun, aku kira hujannya udah nggak deres ternyata lumayan juga”
“duduk sini, aku ambilkan handuk dan teh untuk menghangatkan badanmu”
“ia, terima kasih”
“ini, cepat hangatkan badanmu. Kamu ini aneh-aneh saja, sudah tau hujan malah turun dari taksi”
“kan aku mau datang tepat waktu, nggak kayak kamu.”
“ia..ia. tapi jangan kayak gini juga, kalau kamu sakit gimana?”
“enggak kog aku nggak akan, kan aku kuat. Kamu tahu aku kan?”
“ia, eh bentar ya ada yang manggil aku”
“jangan lama-lama lo!”
Kepalaku semakin terasa pusing dan lambungku semakin perih, ditambah lagi badanku yang kedingingan. Saat aku ingin mengembalikan handuk tiba-tiba tubuhku terjatuh dan semua menjadi gelap. Aku hanya mendengar teriakan Adit dan suara orang-orang yang ada di sekitarku. Tanpa kusadari aku sudah berada ruangan yang tak kukenali sebelumnya, disana ada Adit dan beberapa pegawai cafenya.
“aku dimana Dit?” tanya ku
“kamu di ruang kerjaku. Tadi kamu pingsan, sebenernya aku mau bawa kamu ke rumah tetapi karena masih hujan jadi aku bawa kamu kesini.”
“terima kasih ya”
“sebenarnya kamu sakit ya? Badan mu panas,  ini aku buatkan bubur dimakan, minum obat ini, lalu istirahat lagi. Ok? Sekarang aku mau menyelesaikan urusanku dulu, nanti aku kembali”
“terimah kasih, tapi maaf sudah merepotkan sebaiknya sekarang aku pulang saja. Disini aku hanya mengganggumu”
“nanti aku antarkan kamu, sekarang lakukan yang aku suruh”
“baik, terima kasih ya.” Dengan tersenyum aku mengatakan padanya.
Semangkuk bubur telah aku habiskan, aku meminta secangkir kopi kepada pelayan untuk menghangatkan tubuhku lagi. Tetapi lambungku semakin perih, aku pikir kopi ini membuat aku lebih baik tetapi malah membuat semakin sakit. Aku berjalan menemui Adit.
“Adit, aku pulang sendiri saja ya, aku sudah tidak kuat”
“kalau begitu aku antar kamu sekarang”
“ngggak usah, kamu kan masih kerja”
“udah nggak apa-apa, lagian kan aku bisa ke sini lagi”
“ya udah kalau gitu, aku tunggu di luar”
Perjalanan pulang aku habiskan dengan tidur di mobil Adit, udara dingin karena hujan dan ac mobil membuat badanku semakin lemas. Sayup-sayup terdengar alunan lagu dari music player di mobil ini. Perjalanan serasa hanya semenit, padahal butuh waktu setengah jam untuk sampai di rumahku. Mama yang panik karena aku datang dengan wajah pucat langsung berlari dan membawaku ke kamar. Karena mama sangat khawatir denganku, akhirnya ia memanggil dokter ke rumah dan memeriksaku. Analisa dokter mengatakan bahwa aku mengalami radang lambung dan harus dirawat di rumah sakit karena sudah sangat parah.
Esoknya aku berangkat ke rumah sakit untuk perawatan, sungguh rasanya tersiksa tidak boleh makan ini dan itu harus begini dan begitu. Sepertinya akhir-akhir ini aku makan wajar-wajar saja. Adit datang ke rumah sakit dan membawakan bubur buatannya dan setangkai mawar. Memang aneh sih, aku kan bukan cewek yang suka dengan bunga dan lain-lain yang romantis. Bagiku hal seperti itu hanya buang-buang uang.
Radang lambung ku ternyata disebabkan karena kebanyakan minum kopi saat perut kosong. Itu sangat menyebalkan karena aku harus berhenti minum minuman yang dapat menyebabkan radangku semakin parah, seperti kopi. Adit terus menerus menyuruhku istirahat, padahal ku sangat bosan jika hanya tidur tidur dan tidur. Ingin melakukan sesuatu tidak boleh, hush benar-benar membosankan.
“aku ingin jalan-jalan keluar, bosan di sini terus.”
“nggak boleh, kamu itu harus banyak istirahat Don,”
“tapi aku bosan Dit, ayolah hanya sebentar aja kog.”
“ok tapi aku ikut”
“ya...”
                Pemandangan taman rumah sakit ternyata sangat indah, banyak bunga yang tumbuh di sekitar sini. Aku dan Adit duduk di salah satu bangku yang tidak jauh dari kamarku. Dengan infus yang harus aku bawa kemana-mana aku melihat pemandangan dengan duduk.
“Adit maaf ya aku jadi ngerepotin kamu”
“nggak kog, aku nggak merasa direpotin.”
“tapi kamu kan udah nggak ke cafe hari ini, kamu cuma nemenin aku di sini.”
“nemenin kamu itu udah kerjaanku, lagian kan di cafe ada orang lain yang ngurusin. Mama kamu juga nggak bisa nemenin kamu kan”
“ia mama kan harus ngurusi semua pesanan, tapi aku kan bisa sendiri di sini”
“udah lah, lagian aku nggak merasa terbeban kog harus nemenin kamu di sini, aku malah seneng”
“seneng? Aneh deh aku aja bosen kog kamu malah seneng”
“kamu ada di sisiku itu udah buat aku seneng dan nggak bosen”
“gombal. Dasar cowok!”
“ok deh, ya aku seneng aja. Kan kita jadi punya banyak waktu buat sama-sama. Biasanya aku sibuk sama urusanku kan?”
“ia sih, aku juga seneng punya banyak waktu buat ketemu kamu, tapi kog ya nunggu aku sakit dulu ?”
“iya ya, kita balik ke kamar aja. Di sini udaranya dingin”
*
                Sudah lima hari aku terbaring di rumah sakit, semoga ini menjadi hari terakhirku di rumah sakit ini. Adit selalu datang kemari dan menemaniku, mengajakku keliling rumah sakit dan menghiburku. Setidaknya itu dapat menghilangkan rasa bosanku, namun tetap saja aku ingin segera pulang. Pagi ini dokter memeriksa kondisiku lagi, dalam hati aku benar-benar berdoa dan berharap bisa pulang. “Dona, kondisi kamu semakin membaik kalau besok kesehatanmu meningkat kamu boleh pulang” kata dokter berkaca mata ini. “yang benar dok, kalau begitu terima kasih” dengan muka penuh senyum aku menatap Adit. Terima kasih untuknya karena sudah mau merawatku. Sungguh hari ini sangat senang, aku harus kasih tau mama kalau besok boleh pulang. “halo, ma besok aku boleh pulang , jemput aku ya! Aku kangen suasana rumah dan masakan mama. Kan selama ini aku nggak boleh makan yang aneh-aneh. Besok masak yang enak ya ma” kataku dengan penuh semangat. “syukurlah kamu besok boleh pulang, tapi maaf ya besok mama banyak pesanan jadi nggak bisa jemput kamu dan masak. Kamu diantar Adit aja besok, kalau masak lain waktu aja ya” “ya ma, baik.” Kecewa aku mendengar hal tadi, disaat aku sakit mama malah sibuk. “Adit, besok kamu yang antar aku pulang ya, maaf banyak ngrepotin kamu” “iya nggak papa kok, dengan senang hati aku siap mengantarmu”.
                Adit pergi sebentar ke kantin rumah sakit, jadi aku sendirian di kamar yang lumayan luas ini. Kenapa saat seperti ini aku Cuma ditemani sama Adit kemana Papa kemana Mama? Adit kembali dengan membawa satu cup kopi hitam, kenapa dia membawa minuman kesukaanku saat aku tak boleh meminumnya? “Adit sini aku minta kopinya!” godaku. “lho kamu kan lagi nggak boleh minum kopi? Nggak boleh!” jawabnya tegas. “kalau gitu aku mau cium bau kopinya aja, lagian kamu juga bawa kopi kog ke sini” nada kesalku keluar juga. “ya ini, tapi dicium aja jangan diminum!” “ya bawel.”
                Pagi tiba, aku benar-benar diijinkan untuk pulang hari ini. Tak seperti kemarin yang ceria, hari ini aku sedikit kesal, karena kesibukkan mama. Untung saja ada Adit, kalau tidak aku bisa pulang berjalan kaki. Adit langsung membawaku pulang, dan tidak memberiku kesempatan untuk jalan-jalan keluar. Ya, aku memang sangat rindu dengan kamar ini. Tidur di sini lebih nyaman dari pada di rumah sakit. Walau aku sering kesepian di sini, tapi setidaknya aku bisa pergi ke mana pun aku mau. Mama menyempatkan kembali ke rumah, walau hanya sebentar namun itu sudah melegakan hatiku.
                Aku sungguh lega karena sakitku sudah benar-benar sembuh, walau aku masih harus menjaga pola makanku. Setidaknya aku boleh minum kopi meski hanya sedikit. Seminggu setelah keluar rumah sakit aku bertemu dengan Adit di Cafenya, ia membawa cangkir kecil yang berisi kopi pesananku. “sudah lama kau tidak minum kopi ini” sahutku dengan ceria. “kalau begitu minumlah, tapi hanya sedikit yang boleh kau minum” “aku ngerti kok”. Satu teguk kopi robusta ini membuatku sangat lega, “kamu tahu nggak kenapa aku suka banget sama kopi?” tanyaku sama Adit. “kenapa?” “biar aku bisa ke Cafe ini tiap hari dan liat kamu kerja” “haha cewek juga bisa gombal to” goda Adit. “heh, aku serius kok” jawabku, “lalu kamu tau nggak kenapa aku punya cafe?” tanya Adit. “lho kok kamu ikutan tanya sih, emang kenapa” tanyaku sambil meneguk kopi lagi. “biar aku bisa liat kamu datang ke cafe ini tiap hari”. “jadi kita dipersatukan sama kopi dan caffee, lucu nih” kataku, “mungkin aja”. Sejak hari itu kisah berlanjut menjadi lebih baik.

Selasa, 05 Juli 2011

I would go back

"someday, I would go back"
Itu yang diucapkan Cia saat perpisahannya dengan Joe. wajah sedih Joe memang tidak bisa disembunyikan dari Cia, tapi keputusan Cia untuk kuliah di Berklee College of Music nggak mungkin di batalkan. Besok pesawat pukul 07.00 sudah membawa Cia meninggalkan Jogja. Tidak hanya beberapa bulan Cia meninggalkan Jogja, tetapi kira-kira 4 tahun lamanya. Keputusannya memang berat untuk diterima orang lain, tapi Cia sudah tekad untuk menjadi musisi sejati. Walau harus meninggalkan keluarganya dan Joe kekasihnya. Perpisahan malam itu memang bukan malam terakhir Joe dengan Cia, namun suasana yang ada menjadi seperti saat terakhir Cia dengan Joe.
Pagi ini Cia harus pergi ke Jakarta dahulu sebelum berangkat ke Amerika tempat Berklee berada, Ia diantar oleh Joe dan keluarganya sampai bandara Adisutjipto. Perjalanan panjang yang harus ditempuh Cia memang membuatnya bosan, tetapi semangatnya untuk kuliah di Breklee tak luntur dengan kebosanannya. Di dalam pesawat Ia terus melihat foto-foto keluarganya dan Joe, dalam hati Cia berkata "aku pasti kembali, aku pasti akan sangat rindu kalian, aku tidak akan melupakan kalian, karena aku sayang kalian". 
Akhirnya Cia sampai di Amerika dan ia segera menuju asrama tempat ia tinggal selama kurang lebih 4 tahun. Cia dijemput bus dari sekolahnya untuk menuju asrama, di dalam bus Cia duduk dengan mahasiswi asal Jepang bernama Momoko. Sepanjang perjalannan dari bandara ke asrama Cia berdialog dengan teman barunya, tentu saja dengan bahasa Inggris. Tak lama Cia dan Momoko sampai di asrama, setiap kamar diisi oleh dua orang, dan kebetulan Cia dan Momoko mendapat nomor kamar yang sama.
Cia memang bukan satu-satunya mahasiswa dari Indonesia, ada 3 orang lainnya yang satu angkatan dengannya dan 10 orang dari angkatan sebelum-sebelumnya. Esok ada penyambutan mahasiswa baru, Cia dan Momoko mempersiapkan keperluan untuk esok hari. Dan beristirahat setelah perjalanan panjang menuju ke sini. Cia tidur sangat lelap, sampai-sampai jam makan malam pertamanya di asrama ia lewatkan. Tapi ia tak perlu khawatir akan kelaparan, karena Momoko membawakan makan malam untuknya.
Saat Cia sedang asik menikmati makan malamnya, tiba-tiba ponsel berwarna putih miliknya berbunyi. Ternyata itu telpon dari Joe. Mereka tampak asik ngobrol, membicarakan ini dan itu, hingga Cia tak sadar jika ia masih belum menghabiskan makan malamnya dan hari sudah sangat malam. Momoko yang menyadari hal itu langsung menyuruh Cia mematikan telponnya, menghabiskan makan malamnya dan tidur. Karena besok pagi acara penyambutan mahasiswa baru dimulai pukul 09.00.
Pagi ini acara berlangsung sangat baik, acara yang sungguh membuat ku semakin bersemangat untuk kuliah di sini. kelas sudah dimulai, mata kuliah yang ada hari ini pun sangat menarik. alunan-alunan suara piano yang di contohkan dosen sebagai perkenalan mereka sungguh indah. dan hari ini pun aku mendapat satu teman baru lagi, namanya Lee Won Bin kamar di asrama kami juga berdekatan. Mulai hari itu kami selalu bersama bertiga kemanapun perginya. Saking dekatnya kami, sampai-sampai si Momoko suka dengan Won Bin. dan parahnya aku yang disuruhnya untuk mendekati dan mencari info tentang perasaan Won Bin. huh padahal kan aku sudah punya Joe masa harus dengan Won Bin juga. Tapi kami sudah menjadi sahabat di sini. Jadi aku lakukan itu untuk menyenangkan Momoko si gadis Jepang pemalu itu.
Hari ini kami merencanakan untuk mengerjakan tugas dari Dosen bersama. dan tugasku untuk mencari info tersebut dimulai. Momoko sudah beranjak dari tempat kami duduk, dan aku sudah siap dengan pertanyaanku.
"Won Bin, apakah ada orang di kampus ini yang menarik hatimu ?"
"haha, pertanyaan mu sungguh lucu Cia, jelas tidak. aku di sini hanya fokus untuk mencari ilmu"
"ouw, begitu, masa sudah hampir satu tahun di sini tak ada yang kau suka"
"haha. ok kau memaksa, ada tapi itu rahasia."
"jahat kau, masa dengan sahabat sendiri tak mau crita"
"tidak ah, sudah kerjakan lagi tugas ini"
Yah, apa yang aku dapat aku ceritakan pada Momoko, walau Won Bin tidak mau bercerita banyak, tapi itu cukup membuatnya senang. beberapa hari ini aku tidak bisa menghubungi Joe, tak tahu harus apa. dari facebook, twitter, sms, dan telfon semua tak ada yang dijawabnya. kalau berhasil di telfon pasti dia punya beribu alasan untuk mematikannya. aku coba tanyakan dengan temanku yang ada di Jogja tapi tida ada yang tahu apa yang terjadi dengan Joe.
Aku, Won Bin, dan Momoko sangat suka mengabadikan kebersamaan kami. sudah banyak foto-foto kami yang masuk ke akun facebook milikku dan mereka. dan banyak teman-temanku di Jogja yang memberi koment foto itu. dan koment buruk pun kadang muncul, ya mungkin karena foto ku berdua dengan Won Bin banyak yang bilang aku dan dia pacaran. yang aku takutkan hanya jika Joe melihat koment-koment itu. dan itu yang membuat dia tak bisa dihubungi.

Liburan musim panas tiba, kami semua pulang ke negara asal kami. Aku pulang ke Jogja dan menghabiskan 1 bulan liburan disana. Berharap bertemu Joe dan teman-teman lama. Tapi aku tak berhasil menemui Joe saat aku tiba di Jogja. sudah kucoba cari di kampusnya tapi dia selalu tak ada. Beberapa hari sudah ku cari dia, tapi tetap tak ada. kalau aku kerumahnya dia selalu berasalan sedang sibuk dan tak ingin di ganggu. Mamanya bilang dia menjadi pendiam sejak beberapa bulan lalu. apa ini karna aku?
Akhirnya aku berhasil menemui Joe, seribu pertanyaan hanya di jawabnya dengan diam dan muka kesal.
"Joe, kenapa kamu tak pernah menghubungi ku, kenapa kau susah sekali dihubungi."
"aku sedang sibuk, dak sudah kujelaskan ditelfon"
"aku mengenalmu Joe, sesibuk apapun kamu, pasti kamu akan menghubungi ku. kau bukan Joe yang dudlu. kau sudah berubah Joe, tapi karna apa?"
"aku memang berubah, karna apa kau harusnya tau itu"
"Joe bagaimana aku tahu kalau kau tak pernah bisa dihubungi"
"sudahlah, lebih baik kita akhiri saja hubungan ini, aku sudah tak tahan lagi berpacaran jarak jauh dengan mu. kau tak bisa menjaga perasaanku."
 "kenapa? aku tidak pernah berbuat macam-macam Joe, aku setia dengan mu"
"oh ya. waw. bukannya kau sudah punya kekasih lain di sana. kau sudah menghianati ku Cia"
"tapi aku tak berpacaran dengan siapa pun kecuali kau Joe"
"sudahlah, lebih baik aku pergi."
"Joe, aku setia padamu. aku tak pernah menghianati mu Joe"

air mataku tak berhenti keluar. aku tak pernah melakukan hal itu, aku selalu menjaga perasaannya. aku setia padanya, siapa yang dia maksud sebagai pacarku ?

aku sudah menepati janjiku untuk kembali, aku sudah ada di sini, tapi kenapa Joe malah membuat ku sakit. aku datang mencarinya karena aku ingin bertemu dengannya, sudah hampir setahun kami berpisah. dan kenapa saat aku kembali keadaannya seperti ini. kenapa ia berpikiran seperti itu.

Hari ini aku kembali ke AS, setelah menghabiskan hampir sebulan jatah liburanku di Jogja. Walau hubungan ku dengan Joe masih belum ada titik terang, tapi aku harus kembali ke Berklee. Semester baru sudah menungguku di sana. Masih ada sisa 3 tahun sisa kuliahku di Berklee, dan aku tak tahu apa aku masih sanggup untuk menjalaninya. Setahun pertama ini saja Joe sudah tak percaya dengan ku lagi, bagaimana dengan 3 tahun kedepan. 
Pesawat sudah membawa tubuhku kembali ke Boston sejak 1 jam lalu, tetapi pikiranku masih tertinggal di Jogja. Ya, aku masih memikirkan Joe, bagaimana dia sekarang dan apakah ia tahu bahwa aku sudah kembali ke Boston. Ingin ku kembalikan pikiran itu ke tempat di mana aku berada, tetapi semakin jauh pesawat ini terbang semakin jauh juga pikiranku melayang memikirkan Joe.
Pramugari sudah berkali-kali berlalu-lalang menawarkan makanan padaku, tetapi tak ada satupun makanan atau minuman yang aku pesan. Padahal sudah 8 jam aku di atas pesawat ini, rasa lapar memang menyerangku sejak tadi, namun aku tak nafsu untuk makan meski hanya sedikit. Pikiran tentang bagaimana meyakinkan Joe sudah membuatku kenyang, tapi Ibu-ibu berusia sekitar 40 tahun di sebelahku menawarkan makanan yang ia pesan sambil menasehatiku.
"kamu tidak lapar? saya lihat kamu tidak makan apa-apa dari tadi. ini makan saja milik saya, kalau kamu tidak makan nati kamu sakit. Perjalanan juga masih jauh, dimakan ya."
"terimakasih Ibu, saya tidak lapar. ini buat Ibu saja"
"sudah makan saja, saya sudah banyak makan dari tadi. saya tak mau kamu sakit setelah sampai nanti, sepertinya kamu sedang banyak pikiran, tapi jangan korbanya perutmu yang kosong itu, nanti kamu bisa sakit."
"terima kasih Ibu, saya akan makan ini"
dengan terpaksa aku makan makanan yang telah diberikan Ibu tadi, walau aku makan dengan pelan tapi aku dapat menghabiskan makanan itu. Ibu yang memberikan makan itu juga seperti terus mengawasiku saat makan, mungkin agar aku habiskan makanan itu.

Setelah lebih 18 jam perjalanan aku sampai di Boston, aku di jemput oleh Momoko dan Won Bin yang sudah pulang dari liburannya beberapa hari lalu. Mereka tampak semakin akrab lebih dari sahabat, dan kini aku yang tampak semakin lemas karena hanya sedikit makan. Restoran cepat saji di Bandara menjadi tempat tujuan berikutnya, aku sudah bisa makan sekarang, hatiku sudah sedikit tenang. Meski sumber masalahku dan Joe ada di depan mataku, tapi kini aku tahu cara menjelaskannya. Kedekatan Won Bin dan Momoko yang semakin "menjadi" dapat membuat aku berpikir tenang, semoga dengan kedekatan mereka aku tak harus melakukan sandiwara lagi.
Aku tahu kalau mereka sudah mengerti masalahku, tapi aku tetap harus bercerita dan berharap mereka memberikan solusi untuk masalahku ini. Mungkin Joe tidak terlalu mengenal Won Bin dan Momoko, tetapi Won Bin dan Momoko sudah memutuskan untuk menjelaskan segalanya pada Joe. Entah, apakah Joe akan percaya dengan orang yang tidak pernah ia temui atau kenal. Ketakutanku itu benar, sepertinya Joe memang percaya dan mendengarkan dengan baik penjelasan yang di berikan Won Bin dan Momoko, tetapi sikapnya tidak berubah padaku.
Momoko mengantarku ke kamar, setelah kami semua berusaha meyakinkan Joe bahwa aku masih memilihnya. Momoko sangat merasa bersalah karena dia yang membuat semua ini terjadi.
"coba aku berani untuk mendekati Won Bin, pasti semua tidak akan seperti ini Cia. maafkan aku.""sudahlah Momoko, ini bukan salahmu. aku saja yang kurang mengerti perasaan Joe. aku yang tidak tahu bahwa dia__"  Cia berhenti bicara, tubuhnya kaku tak bisa melanjutkan tagi kata-katanya.
"dia apa Cia? pecemburu? kalau kau tidak melakukan hal itu dia juga tidak akan cemburu. dan kau melakukan itu karena aku"
"maafkan aku Momoko, aku tidak tahu harus berbuat apa, aku tahu dia orang yang seperti itu, tapi ini memang karena dia yang tidak bisa mengerti keadaan ku di sini. jarak ini bukan hanya memisahkan tubuhkan dan Joe, tetapi juga rasa percaya kami." Cia terdiam sejenak lalu melanjutkan perkataannya. "aku akui ini memang tidak mudah, tetapi aku sudah berusaha untuk menjaga hati ini" sambil menaruh tangannya di dada, tangisannya sudah tak bisa di bendung lagi. bulir-bulir air mata kini telah jatuh membasahi pipinya. Momoko memeluk erat sahabatnya itu, "aku tahu Cia, ini bukan hal yang mudah, tetapi aku percaya kamu bisa melewatinya, dan aku percaya bahwa Joe akan sadar bahwa sebenarnya dia memang salah paham" Momoko berusaha menenangkan Cia dengan kata-kata yang sanggup ia katakan.

Pagi ini adalah hari terakhirku libur, dan sudah seminggu semenjak aku kembali lagi ke Boston. Keinginan bangun siang untuk terakhir kalinya di musim panas ini gagal total, setelah ada yang menggedor pintu kamar beberapa kali. Ini masih pukul 10 pagi, siapa sih yang bertamu sepagi ini. "Momoko, tolong bukakan pintunya!" tetapi tak ada sahutan dari kamar asrama nomor 308 ini. "Momoko, aku masih ngantuk, tolong buka pintunya!" tetapi tetap sama, Momoko tak menjawab. Kutelusuri seluruh kamar, tapi tak kutemukan Momoko. Dengan terpaksa aku membuka pintu kamar, tubuhnya yang masih lemas itu kaget ketika membuka pintu kamar asramanya.
"hai, selamat pagi, apa kabar mu? baru bangun tidur ya? aku boleh masuk tidak ?" sapa tamu laki-laki yang mengejutkan itu. "kamu? kenapa ada di sini? kapan kamu datang?" dengan kaget Cia bertanya. tubuhnya jadi kaku tak bisa bergerak, tangannya mulai dingin, dan pipinya merah. padahal ini masih musim panas. "kok kamu malah tanya aku? kan aku yang tanya duluan dan kamu belum menjawabnya? tanya laki-laki itu dengan senyum manis khasnya. Dengan tidak bicara Cia menyilahkan masuk tamu yang tak asing baginya namun mengagetkannya itu.
"tempat tinggal kamu nyaman ya, seandainya saja aku boleh menemani kamu. aku mau tinggal di tempat seperti ini__" laki-laki ini berhenti bicara saat ada suara pintu terbuka, Momoko yang baru pulang dari olahraga paginya bersama Won Bin, kehadiran laki-laki itu juga membuat Momoko kaget. "Joe! kau ada di sini? sejak kapan?". Joe kaget melihat teman perempuan Cia itu, "ini Momoko ya? teman Cia". Momoko mengangguk dan langsung pergi ke dapur menginggalkan mereka berdua. Cia yang masih heran dengan orang yang ada di hadapannya ini mulai memberanikan diri bicara "Joe sebenarnya apa yang mebuatmu datang kemari, basa basi dari tadi sudah cukup untuk aku bertanya ini". "maafkan aku Cia, aku tahu bahwa aku yang salah selama ini, aku mengerti bahwa aku terlalu cemburu, aku nggak sempet denger penjelasan kamu, aku nggak pernah dengerin kamu. Aku takut kamu bener-bener pergi dan itu yang membuat aku jadi kayak gini. Dan aku kesini untuk minta maaf secara langsung sama kamu. Maaf ya Cia, aku terlalu cemburu". Cia terdiam, tubuhnya yang tadi lemas kini kaku, dadanya menjadi sesak dan air matanya tidak dapt dibendung lagi, "maafkan aku juga Joe, aku juga salah". "nggak Cia, aku yang terlalu egois, tapi sekarang aku sadar kalau kamu memang bener-bener jaga perasaan ku. kita keluar aja yuk, pemandangan di sini baguskan? kita selesaikan tangis-tangisan ini ya, ok?". Senyum di wajah Cia mulai mengembang, walau matanya masih mengalirkan air mata. 
Taman depan asrama Cia menjadi tujuan mereka untuk menikmati siang yang terik itu. Hati Cia yang sudah tenang dengann kehadiran Joe hari ini  membuatnya semangat memulai kuliah esok hari, "makasih ya Joe, kamu udah datang ke sini, kamu pulang kapan?" "aku pulang lusa, meski seperti buang-buang waktu saja ya, sudah jauh-jauh tapi cuma sebentar, tapi bagaima lagi kuliahku sudah masuk beberapa hari lagi". Muka Cia kini seperti ditekuk, namun ia juga sadar bahwa Joe juga harus kuliah di Jogja.
Hari ini Joe harus pulang ke Jogja, hanya beberapa hari dia sini saja sudah membuat suasana hatiku berubah menjadi kebun bunga. Dan kini kebun bunga ku sedang ada di musim gugur karena kepulangan Joe. Joe memang tidak menikmati Boston, ia hanya berada di asrama dan beberapa tempat sekitar, "Joe aku janji akhir semester ini akan pulang". "nggak, kamu nggak usah pulang, biar aku aja yang ke sini" sahut Joe cepat. "tapi liburan semester kita kan berbeda, kalau kau ke sini tugas kuliah ku pasti sedang banyak" wajahku kini lebih tepat dibilang wajah anak SD yang ngambek. "sudah lah, tak usah di pikirkan. semester 3 baru saja dimulai, jangan pikirkan liburan dulu. aku berangkat yah, sampai ketemu di dunia maya". "makasih ya kamu udah kesini, kapan-kapan kemari ya" kini senyum ceriaku sudah mengembang.

Tak disangka tugas semester ini cukup banyak, setiap hari aku selalu pulang lebih cepat untuk mengerjakan tugas dan baru selesai malam hari. Momoko dan Won Bin kini sudah menjalin hubungan lebih dari sahabat, kami jadi jarang pergi bertiga lagi. Setiap malam minggu aku hanya berada di kamar asrama untuk mengerjakan tugas, tak sempat lagi untuk jalan dengan teman. Kalau aku sedang tidak sibuk pun aku memilih untuk mengisi waktu luang ku dengan menelfon Joe atau keluargaku. Aku tahu ini hanya akan ada di beberapa bulan pertama semester ini, selanjutnya akan lebih ringan.
Hari ini Won Bin dan Momoko mengajakku pergi makan malam di luar, aku terima ajakan merak untuk itu karena hari ini tugas ku sudah selesai dan besok hari Minggu. Kami bertiga pergi menggunakan kendaraan umum, dan kami sudah sampai di tempat yang kami tuju. Bangunan yang belum pernah aku lihat sebelumnya, bangunan oriental yang sepertinya menyajikan masakan asia itu begitu menarik perhatianku. Dalam benakku aku berpikir apa yang membuat mereka mengajakku ke restoran ini, dengan langkah pelan aku berjalan memasuki restoran ini. Pelayan bule berbaju tradisional China menghampiri kami ketika sampai di pintu masuk. Ini memang restoran khas China, tetapi mengapa mereka mengajakku kemari, bukan ke restoran Korea atau Jepang yang biasa mereka datangi. "Momoko sebenarnya kenapa kalian ngajak makan di sini?" "kamu belum pernah makan di sini kan? kami sedang ingin makan makanan khas China, kamu mau kan ?" Wajah Momoko meyakinkan Cia untuk tetap duduk di restoran ini. "ok baiklah, aku pesan yang kalian pesan saja. aku tak tahu mau pesan apa tak tahu mana yang enak. ku serahkan makan malamku pada kaliah." dengan pasrah menyerahkan isi perutku nanti. ok, satu set makanan dipesan mereka dan beberapa menit kemudian datanglah piring-piring berisikan sup hangat yang aku tak tahu apa itu. Makanan terus berdatangan hingga bagian terakhir. Sungguh aku sangat kenyang malam ini, sepertinya aku akan tidur sangat nyenyak.

Semester tiga pun selesai dengan penuh perjuangan besar, rencana untuk pulang ke Jogja di gagalkan dengan kehadiran Papa dan Mama yang ingin menemani liburanku di sini. Untung saja Won Bin dan Momoko tidak pulang ke negara mereka, kalau tidak aku bisa mati bosan jalan dengan Mama dan Papa. Bukan karen aku tidak kangen dengan mereka, tapi karena Mama dan Papa itu suka meninggalkan ku jika sudah asik jalan-jalan. Joe yang malah menertawaiku ketika aku cerita ini makin membuatku putus asa. Namun ternyata ada kejutan yang membahagiakan hadir di tengah kekesalanku itu. Adikku yang manis dan kakakku yang tampan juga hadir dan ikut berlibur. Setidaknya dapat menjadi teman ketika mama dan papa sudah lupa dengan kehadiranku.
Liburan semester yang sedikit menyenangkan, karena aku sudah bosan berkeliling Boston. Tetapi setidaknya dapat meringankan beban pikiranku akan semester kemarin. Jessy adikku sangat menikmati liburan pertama kalinya ke Boston ini, tetapi kakak laki-lakiku Darel senasib dengan ku. Darel memang sering kemari, bahkan sebelum aku kuliah di sini dia sudah sering kemari. Tapi wajahnya yang tak terlihat tampan lagi karena sedih bukan karena ia bosan berjalan-jalan di sini. Darel justru sangat kangen suasan di Boston, banyak kenangan yang ia buat di sini. Ya, mendiang tunangan kakakku Grey adalah orang Boston, dan dia yang memberi tahu aku tentang Berklee, ia meninggal karena kecelakaan pesawat saat akan ke Indonesia. Rencananya ke Indonesia bukan bukan hanya untuk bertemu kakakku saja, tetapi untuk melangsungkan pernikahan. Hal itu memang sudah terjadi 2 tahun yang lalu, tapi wajah Darel masih terlihat sedih. Tak tahan melihat Darel yang begitu murung, kutarik tangannya dan ku bawa ke taman yang ada di dekat situ. Bangku taman yang menghadap ke kebun bunga menjadi pemandanganku dan Darel sekarang. "Kak, aku tahu kau sedang memikirkan Grey, aku tahu memang susah untuk melupakan seseorang yang sudah 8 tahun bersamamu. Tapi aku mohon kak, kau tidak bisa begini terus, mungkin Grey bukan jodohmu dan Tuhan sudah menentukan ini". Aku melihat wajah Darel yang masih terlihat murung itu. "di dunia ini masih banyak Grey yang lain, yang bisa kau jadikan istri. mungkin tak bisa sama seperti Grey mu itu. tapi Tuhan pasti punya jalan untuk masalahmu. maaf kak, jika aku telah bersikap kurang ajar, tapi aku sayang denganmu, aku tak mau melihat kau begini terus setiap pergi kemari". Kini aku terdiam menunggu Darel yang bicara. "kau memang benar, di dunia ini masih banyak Grey yang lain, dan mungkin lebih baik dari pada Greyku. meskipun umur mu jauh berbeda dengan aku, ternyata kau lebih dewasa. Terimakasih Cia kau seperti umur 27 tahun, sama sepertiku." 

Hari ini keluargaku pulang, seminggu lagi kelas akan dimulai, Won Bin dan Momoko memilih untuk pergi bersama seminggu lalu dan belum kembali, dan aku hanya sendiri. Sepanjang hari ini aku hanya di kamar, duduk di meja belajar dan menghadap ke komputer jinjing. Aku bukan sedang mengerjakan tugas, tetapi sedang asik chatting sana sini. Joe tak bisa dihubungi, keluarganya bilang ia sedang ada acara. Bosan dengan kegiatanku, aku memutuskan pergi ke studio setidaknya aku dapat berlatih piano di sana. Tapi begitu kagetnya diriku saat membuka pintu studio dan melihat ada seseorang yang sedang memainkan lagu dengan begitu indahnya. Canon in D, ya lagu itu yang sedang dimainkannya. 
Aku bertepuk tangan ketika ia selesai bermain, dan ia menoleh kepadaku. "Wow, itu lagu yang bagus. boleh aku dengar sekali lagi". "kenapa tidak kau sendiri saja yang bermain" katanya sambil keluar. "dibalik permainannya yang bagus, ternyata orangnya begitu cuek, menyesal telah memujinya". Aku melanjutkan langkah kaki ku menuju piano, dan memainkan macam-macam lagu. Setelah beberapa menit aku memainkan lagu hpku berbunyi, Joe menelfon ku. Kami berbincang-bincang cukup lama di telfon. Setelah selesai berbicara dengan Joe lewat telfon, aku kembali ke kamar. Tapi saat aku mebuka pintu studio laki-laki yang tadi bermain ada di sana "kalau mau pacaran jangan di studio ini, ruangan ini hanya untuk bermusik" tanpa ekspresi dia berbicara. "ok, aku juga akan kelaur dari sini kok."

Hari ini aku akan berjuang untuk cepat lulus.

Tidak terasa sudah 4,5 tahun aku ada di Boston ini, dan hari ini adalah hari wisudaku. Papa, Mama, Darel, Jessy, dan Joe datang kemari. Won Bin dan Momoko juga di wisuda hari ini, dan hubungan mereka lebih dekat. Joe lulus tahun ini dari kuliahnya di UGM jurusan kedokteran. Aku akan kembali ke Indonesia lusa ini bersama seluruh keluargaku. Aku senang bisa lulus, tetapi aku sedih karena harus berpisah dengan Lee Won Bin dan Momoko. Mereka yang selalu menemaniku di sini, tempat berbagi cerita selama kurang dari 5 tahun ini. Kini kami bertiga berdiri menghadap danau dan masih menggunakan pakaian kelulusan, kami berjanji akan tidak akan melupakan apapun yang telah terjadi di sini, menjaga persahabatan kita sampai kapan pun.

Hari ini aku pulang ke Indonesia, air mataku tidak bisa ditahan lagi. Perpisahan dengan Won Bin dan Momoko sangatlah berat, aku tak bisa datang ke pernikahan mereka ada acara yang membuat aku harus merelakan tidak melihat pernikahan kedua sahabatku. Joe sudah memanggilku karena pesawat sudah akan terbang. Aku harus meninggalkan mereka, kami bertiga berpelukan dan Joe memanggilku sekali lagi "ayo Cia, aku tahu ini berat tapi kita harus pulang. ucapkan selamat tinggal untuk mereka dan aku tunggu kau di pintu masuk penumpang". "baik Joe, Won Bin dan Momoko semoga kalian bahagia, aku pulang ya, kalian baik-baik ya" air mata ku jatuh lagi dan kini semakin deras. Aku berjalan pelan menuju tempat di mana Joe telah menunggu, dan memasuki pesawat. Dalam perjalanan kurang lebih 18 jam aku terus menerus bersedih, Joe mencoba menghiburku tapi aku tetap merasa sedih. Kini aku sudah tiba di Indonesia, tepatnya di Jogja. Aku senang bisa kembali tinggal di sini, dan lebih sering bertemu dengan Joe. Setelah aku tiba di bandara, Joe langsung mengajak aku pergi ke suatu tempat, dia bilang ada yang ingin dia sampaikan.
1 jam perjalanan dari bandara menuju sebuah restoran yang menyajikan pemandangan alam. Sambil menunggu pesanan makanan kami Joe mengajakku berbicara. "Aku senang kau telah kembali, janji mu telah kau tepati dan kini kita merayakannya" dengan semangat Joe memulai pembicaraan. "aku juga senang bisa kembali, aku senang bisa bersama dengan mu lagi tanpa ada jarak yang jauh. aku kan sudah bilang aku akan kembali, dan kini aku kembali" walau aku masih sedih karena perpisahan dengan kedua sahabatku, tetapi aku senang bisa menikmati hal ini. Aku benar-benar senang. Aku dan Joe menikmati makan malam kami di restoran ini dengan kebahagiaan.

Kamis, 30 Juni 2011

Pohon Jambu

Pohon jambu depan rumahku selalu jadi teman, ketika aku menunggu dia. Menunggu harapan yang tak tahu kapan akan datang. Setiap hari aku selalu duduk didahannya yang kokoh, sambil melihat ke arah jalan yang biasa ia lewati. Sudah satu tahun aku melakukan ini, menunggu dia yang tak kunjung datang.
Apakah ia masih mengingatku ? Apakah ia masih ingat janji yang kita buat. Kemana ia pergi, kenapa ia belum kembali ? Kini aku teringat ketika pertama kali bertemu dengannya, senyumnya yang manis membuat jantungku berdegup kencang. Matanya yang indah memancarkan kebaikan, yang dapat membuaku terpana dan terpesona.
Namun apakah saat ini senyumannya masih tetap manis, dan matanya masih tetap memancarkan kebaikan untukku. Hobinya bermain futsal yang selalu kudukung apakah masih ia gemari ? Aku juga teringat saat kami pernah duduk di pinggir danau sambil berdialog. Kami berbicara banyak waktu itu, yang aku ingat jelas ia membicarakan tentang cita-citanya yang ingin menjadi seorang guru dan mendirikan sekolah bagi anak-anak tak mampu. Apakah saat ini cita-citanya sudah tercapai ? Apakah sekolah itu sudah ia buat ?
Kenangan itu memang selalu muncul saat aku menunggunya kembali. Terakhir kali aku dan dia bertemu, ia hanya berkata jika ia akan pergi sebentar dan akan kembali satu bulan kemudian. Tapi kini sudah lebih dari satu bulan, dan ia belu kembali. Jika ia sudah sukses dan cita-citanya sudah tercapai, aku senang. Tapi apakah karena kesuksesannya ia tidak kembali. Orang-orang disekitarku sering membicarakannya dan kesuksesannya. Apakah aku harus percaya bahwa itu dia ?
Dibalik lamunanku, aku mendengar suara sepeda motor yang tak asing bagiku. Seperti suara sepeda motornya, ya memang benar itu suara sepeda motornya. Akhirnya setelah sekian lama aku menunggunya dia datang. Senyuman dan tatapan matanya masih tetap sama, masih tetap mempesona. Ia mengusap rambutku dan memelukku, air mataku kini membasahi baju bewarna biru yang kini ia kenakan. Ia juga mencium keningku, meraba wajahku dan kita duduk di dahan pohon jambu tempat aku duduk tadi.
Senyum di wajahku, dan kesenanganku tak ingin kusembunyikan darinya. Biarkan dia melihat kebahagiaanku saat ini, kebahagiaan atas kehadirannya. Ia terus-menerus mengusap-usap rambutku sambil setengah merangkulku. Aku ingin berkata padanya, tetapi aku masih susah untuk berbicara. Aku kerahkan seluruh kekuatanku dan aku pusatkan di bibirku. Dan aku dapat berkata padanya.
"Terima kasih kau telah kembali".
Ia memelukku dan mencium keningku lagi.
Setelah duduk cukup lama dengannya, ia mengajakku pergi ke tempat di mana ia berada selama ini. Sungguh kaget diriku ketika melihat sebuah sekolah yang di dalamnya terdapat anak-anak kurang mampu. Jadi ia pergi memang untuk mencapi cita-citanya. Bangunan sekolah itu tidak terlalu megah, sangat sederhana, tetapi di dalamnya terdapat semangat dari anak-anak yang ingin sekolah. Rasa penasaranku selama satu tahun ini pun terjawab, pengorbanannya sangat besar bagi anak-anak itu. Anak-anak itu pun tampak sangat akrab dengannya, cara mengajarnya yang serius tapi santai membuat anak-anak begitu nyaman bersekolah.
sambil menunggu dia selesai mengajar, aku melihat-lihat sekitar sekolah. Dalam pandanganku aku melihat pohon jambu yang sangat koko, langkah kakiku mengajak seluruh tubuhku menuju pohon jambu itu. Sungguh segar dan teduh berdiri di bawah pohon jambu ini. Memang pohon ini bukan pohon jambu yang ada di depan rumahku, bukan tempat aku menunggu selama ini. Tetapi rasa yang aku dapatkan sama yaitu rasa damai.
Akhirnya dia pun selesai mengajar anak-anak itu. Ia menghampiriku di dekat pohon jambu itu. Dia bercerita bahwa ia yang menanam pohon jambu itu setahun yang lalu. Ia menanamnya karena aku suka berteduh di bawah pohon jambu dan agar ia terus mengingatku. Aku tersenyum malu mendengar ceritanya, ternyata dia selalu mengingatku selama ia pergi. Aku menyesal karena telah berpikiran buruk tentang dia selama ini. Ia kembali mengajakku pergi. Kali ini ia mengajakku ke bukit dekat sekolah. Ia memberiku benih pohon jambu dan kita menanam benih pohon jambu itu bersama. Menanamnya bersama dengan harapan-harapan akan hubungan kami, yang akan selalu kami jaga dan kami siram agar tumbuh menjadi sebuah pohon yang kokoh dan harapan kami akan menjadi kenyataan. Di bukit itu juga kami menghabiskan hari bersama dengan kebahagiaan.
 

Kamis, 23 Juni 2011

Saat Terakhir Bersamanya

sore telah tiba, tapi Rani belum beranjak dari tempat duduknya di kelas. tak tahu apa yang akan ia lakukan sendirian di kelas itu, kelas dan sekolah yang sudah sepi seperti hanya ada Rani di situ. Rani yang sedari tadi memegang HP di tangannya terus melihatnya, di pencet2 tombol HPnya berkali-kali untuk sms atau mencoba menelepon. wajahnya juga tampak gelisah dan sebal. sekitar jam 5 sore ada seorang lelaki yang datang ke kelas itu dengan rasa bersalah. lelaki itu adalah Dave yang ternyata pacarnya Rani yang sedari tadi ditunggu. Rani dengan wajah sebalnya langsung ngomel2 saat Dave datang.
"kenapa lama banget sih, aku kan udah nunggu dari tadi, kemana HP mu? di sms g bales, d telpon g di angkat! apa kamu lupa sama janji mu?"
"aku nggak lupa kog, ada alasannya aku telat,"
"nggak usah banyak alasan de, bilang aja kmu lupa, aku udah nunggu 3 jam di sini dan sendiri!"
"maaf, tadi tiba2 mama aku minta jemput."
"ow. trs knp gak bilang, apa gunanya HP"
"tadi HP q mati. mkanya aku g bsa ksi tw kamu"
"kan bsa pnjem sapa gt bwt kasi tau"
"udah, tp aku g bsa hub kamu, aku telpon selalu nada sibuk"
"ya deh. tp jngan d ulang lg"

kemudian mereka pergi ke sebuah tempat yang sangat indah, mereka pergi ke taman yang dihiasi cahaya lampu yang terlihat indah pada malam hari. mereka di taman itu hingga malam. mereka berbicara dan tertawa dengan bahagia.
keesokannya Dave mengajak Rani untuk pergi bersama seharian. dari pagi hingga malam.
"aku senang hari ini, makasih ya Dave"
"ia Rani, kalau aku g ada kamu jangan nakal ya"
"maksudnya apa sih, kamu mau kemana?"
"ya mungkin suatu saat nanti"
"apa sih kamu, jangan ngmong gt donk"
"ya kan cuma berandai, aku sayang banget sma kamu"
"aku juga sayang banget ma kamu"
"kita pulang yuk udah malem"
"ok"

sepanjang perjalanan pulang Rani dan Dave terus berbicara. hingga akhirnya sampai di rumah Rani.
"makasih Rani udah mw nmenim aku hri ini, dah mw hbiskan waktu sama aku"
"ia Dave, aku juga makasih"
"aku plng dlu ya, jga drimu baik2, jgn nakal, nurut ma ortu, pkok ati2 ya"
"kamu tu kyk mw kmana aja"
"kan mau plng, msa d nshti g mw"
"ia2 aku bkal nrut."
"aku plng ya"
"ia, da"

saat Dave menuju rumahnya tiba2 ia mengalami kecelakaan hebat hingga tak sadarkan diri. Rani yang dikabari setelah kejadian pun kaget dan langsung menuju RS tempat Dave dirawat.
"Dave, kamu knp? ayo bangun donk, jgn ninggalin aku, aku sayang sama kamu, kalau kamu syang aku sadar Dave"
Rani tak sadar telah meneteskan air mata dan tak bisa berhenti menangis
"maafin aku Dave, kalau kmarn aku marah2 sma kamu. aku g brmksud g prcya, tpi aku kwatir sma kamu, maaf Dave, ayo sadar"
tak lama kemudian Dave pergi untuk slamanya, Rani tak bisa menahan rasa sedihnya. ia terus menangis dan blm bisa menerima kenyataan bahwa Dave sudah tiada.

End


Selasa, 21 Juni 2011

Bangku Taman Itu

matahari belum terlihat sinarnya, keramaian masih bersembunyi, tapi seorang anak gadis sudah terbangun dari tidurnya. entah apa yang akan ia lakukan di pagi buta ini. kaki kecilnya pun turun dari kasur dan mulai melangkah, terus melangkah meninggalkan kamarnya. ia lalu menuju kamar orang tuanya yang masih tertidur pulas. gadis itu mencium kening orang tuanya dan keluar. kemudian kaki kecilnya melangkah lagi hingga meninggalkan rumahnya. kini ia melangkah di tengah kesepian pagi, ia melangkah pergi menuju sebuah taman yang tak jauh dari rumahnya. gadis itu lalu duduk disebuah kursi besi yang terdapat di pinggir taman. kursi itu dingin karena udara malam. tapi gadis itu tetap saja duduk dengan nyaman.
gadis itu hanya duduk diam tenang, dengan muka yang sedikit sedih. entah apa yang sedang ia pikirkan.

matahari sudah mulai terbit, keramaian sudah mulai terlihat. gadis ini masih tetap duduk tenang di bangku taman. seorang anak laki-laki yang sedang berjalan melihatnya dan mendatanginya. anak laki-laki ini melihat gadis itu dari dekat dengan muka kebingungan. lalu anak laki-laki ini bertanya pada gadis itu.
"sedang apa kamu di sini pagi-pagi begini?"
gadis ini diam saja, dan anak laki-laki ini kembali bertanya.
"hey, kamu sedang apa? kenapa kamu diam saja"
lalu gadis ini menjawab.
"aku sedang duduk, apa kau tak melihatnya?"
"aku tahu kamu sedang duduk, tapi apa yang kamu lakukan di taman ini? ini kan masih pagi sekali?"tanya anak laki-laki ini dengan lebih sabar.
"aku ingin menyendiri saja, aku ingin merenung"
"kalau boleh tahu, memangnya kau sedang ada masalah?"
"mungkin bisa dibilang begitu"
"kalau kau mau cerita, apa masalahmu?"
"aku dan keluargaku mau pindah dari sini"
"mau pindah kemana?"
"aku juga tak tahu, dan aku juga tak mau"
"kenapa?"
"karena aku harus meninggalkan teman-teman ku, terutama kamu"
"aku? bukannya kita tidak dekat"
"ia, kita memang tidak dekat, tapi aku selalu memperhatikan kamu"
"memperhatikanku? memang kenapa dengan aku?"
"kamu itu orang yang baik, kamu selalu membantu orang lain yang membutuhkan"
"karna itu. kapan kamu akan pindah?"
"besok pagi, tolong bawa aku pergi agar aku tak ikut pindah!" 
"aku tidak bisa, kalau orang tua mu mencari bagaimana?"
"biarkan saja, aku tak mau pindah kog."
"kalau alasanmu pindah karna tak mau berpisah dengan teman-teman dan juga aku, kamu kan bisa kemari kapan pun kamu bisa?"
"ya kalau aku diperbolehkan, kalau tidak"
"aku yakin orang tuamu pasti memperbolehkan mu, mereka kan selalu baik dengan teman-teman"
"ia ya."
"jangan sedih lagi ya, sekarang kamu pulang sebelum orang tuamu meencarimu"
"terima kasih ya"
"ia sama-sama teman" jawab laki-laki itu dengan senang.

lalu gadis ini pun pulang. dan hari kepindahannya pundatang, semua teman-temannya mengucapkan selamat tinggal. tak lupa juga anak laki-laki itu. dia juga memberikan sesuatu pada gadis ini. dan memohon untuk datang ke taman itu lagi kalau dia bisa.

bertahun-tahun berlalu, tetapi gadis kecil yang kini sudah menjadi seorang gadis remaja yang cantik tidak pernah datng ke taman itu. anak laki-laki yang juga sudah menjadi remaja yang tampan selalu menunggu gadis itu dari awal gadis itu pindah hingga saat ini. tapi penantian laki-laki ini terhadap gadis itu tak sia-sia. gadis itu datang walau sudah lama tak ke taman itu. laki-laki ini sedikit lupa dengan gadis itu karena gadis itu sangat cantik. gadis itu juga sedikit lupa dengan laki-laki itu.
lalu gadis itu mulai berbicara dengan laki-laki itu.
"hai, apa kabar mu, maaf jika aku tak pernah ke sini"
"hai, aku baik-baik saja, tak apa aku yakin kalau kau akan ke taman ini lagi. dan aku senang akhirnya kamu datang"
"aku juga senang bisa bertemu dengan mu"
"kamu semakin cantik ya, aku sampai sedikit lupa"
"kamu bisa saja" jawabnya malu
"ya bisa donk,"
"sebenarnya kenapa kamu menyuruhku dan menungguku di taman ini"
"itu karena aku ingin mengungkapkan sesuatu kepadamu"
"apa itu?"
"gadis cantik, aku suka dengan mu sejak pertama bertemu, saat kau dan aku masih kecil"
"mengapa kau suka aku?"
"karena kau punya sesuatu yang dapat membuatku tersenyum, mengingatmu saja aku bisa tertawa"
"terima kasih atas pujiannya, aku juga suka dengan mu"
"serius kah kau?"
"ya aku serius, kamu adalah laki-laki yang sangat baik"
"terima kasih, kalau begitu sekarang kita pacaran?"
"maaf untuk itu aku tak bisa, karena umur kita belum cukup untuk itu, tapi tenang kau akan tetap jadi sahabat bagiku hingga nanti umur kita cukup untuk pacaran"
"ok, tidak apa-apa, aku setuju sahabat"

mereka pun tertawa dan berbincara terus hingga sore hari dan saat umur mereka cukup mereka menjadi sepasang kekasih di bangku taman itu.