Tinggalkan jejak anda melalui komentar

Jumat, 23 Desember 2011

Harmonisasi Cinta

Senyuman Bidadari
                Beberapa hari ini aku masih betah memperhatikannya, sikapnya, cara bicaranya, apa sajalah yang dapat aku perhatikan dari dia. Tapi ini semua tidak mengganggu konsentrasi kuliahku, aku tetap bisa membagi pikiranku disaat yang tepat. Aura yang keluar darinya hari ini cukup membuatku terkesima, dengan celana jeans biru tua yang sedikit ketat, dipadu dengan kemeja merah ditambah dengan jaket biru muda dan sepatu kets abu-abu, membawa tas ransel yang sepertinya cukup berat. Ia benar-benar terlihat cantik dengan pakaian yang sederhana seperti itu. Kini ia berjalan ke arahku yang sedang duduk di kantin bersama dengan teman-teman.
“hai, boleh aku gabung, sepertinya sudah tidak ada meja yang kosong?” tanyanya sambil menaruh tangannya di atas meja.
Ya sekarang memang jam makan siang, jadi maklum saja jika kantin sedang ramai.
“ya silahkan saja, terserah kau mau duduk di sebelah mana.” Jawab Doni temanku
Aku mulai gugup, berharap dia tidak memilih duduk di sebelahku. Tetapi ternyata dia malah duduk di sebelahku, aku tidak tahu harus bersikap bagaimana. ‘huh….’ Aku menghela nafas untuk menghilangkan rasa gugup ku. ‘aku tidak boleh salah tingkah, aku tidak boleh salah tingkah.’ Ucapku dalam hati.
Sani  memesan makan siangnya, sambil menunggu makanan, kami melanjutkan perbincangan sebelumnya. Obrolan tentang kuliah, tugas, sampai kehidupan pribadi menjadi teman makan siang kami. Satu persatu ditanya tentang kehidupan pribadinya, terutama tentang pacar atau tipe pacar. Kini gilanku yang ditanya, aku langsung tersedak ketika tiba giliranku itu.
“bagaimana denganmu Go, apakah ada yang menarik hatimu di sini?” pertanyaan yang diajukan Erick membuatku tersedak lagi.
“emm…., ada sih.” Jawabku
“hayo..... siapa?” kini Sani yang menanyaiku, sungguh kenapa harus dia yang bertanya seperti itu. ‘itu kamu Sani’ jawabku dalam hati.
“ehm… itu hanya akan menjadi rahasiaku saja” jawabku sedikit lega
“wah, kau ini tidak seru. Kalau begitu bagaimana orangnya” kini pertanyaan dilempar oleh Luna.
“ok, kalau itu aku akan cerita tapi sedikit saja ya. Dia itu cantik banget, tampilan luarnya sederhana, mungkin dia orang yang simple. Rambutnya tidak terlalu panjang dan berkaca mata. Sudah-sudah segitu saja.” Jawabku sambil berharap teman-temanku tidak tahu siapa itu.
“wah, kalau begitu cirinya, banyak sekali yang ada di kampus ini. Mungkin aku harus mencarinya hahahaha.” Kata-kata Doni ini membuatku kaget.
“nah sekarang giliran kamu San, ada tidak yang menarik perhatian mu?” Tanya Luna pada Sani.
“eh.. apa? Aku ya sekarang?” jawabnya kaget, sepertinya ia kaget dengan pertanyaan yang bergilir itu.
“kalau sekarang sih belum ada yang menarik hatiku” jawabannya memberiku harapan, sungguh.
“wah, masa sih San. Kalau begitu seperti apa tipemu?” Tanya Erick yang bergaya sok manis, mungkin dia berharap tipe Sani seperti dirinya.
“tipe? Tipeku wajar-wajar saja baik, jujur, setia, percaya, dan taat beribadah.” Jawab Sani.
Jawabannya membuat aku sedikit tersenyum (kalau banyak-banyak, nanti temanku bingung aku kenapa). Tipe yang simple, tidak melihat fisik. Tetapi hati dan iman, aku sedikit bertanya dalam hati, ‘apakah aku seperti yang dia sebutkan? Memang itu hal yang sederhana, tapi jika dipikir dalam menjalaninya itu tidak mudah.
“wah, tipemu sederhana sekali ya, tapi saat ini jarang sekali bisa dapat pasangan yang seperti itu” kata Luna.
“ya memang, tapi itu adalah tipe yang paling pas menurutku. Mau fisiknya seperti apa, asal dia sesuai yang tadi ya aku mau-mau saja. Manusia itu sempurna, tapi tidak semua yang dia punya sempurna, ia pasti punya kelemahan dan kelebihan. Kalau aku ketemu orang yang belum seperti itu, tapi dia mau berubah ya aku beri dia kesempatan.” Kata Sani, apa yang dia ucapkan menandakan ia punya hati yang tulus, jadi kalau begitu aku bisa menjadi pacarnya dong. Aku jadi senyum-senyum sendiri sekarang, untung tidak ada yang melihat.
“aku ada jam kuliah bentar lagi, udah dulu ya nanti ketemu lagi kalau sempat” pamit Sani.
“oh, ok deh da…..” kata Erick.
Dia sudah berjalan menuju kelasnya, badannya pun lama-lama menghilang dari pandanganku. Kini aku berpamitan dengan teman-temanku, aku juga ada kelas sebentar lagi.
**
Kelasku sudah berakhir, aku ingin mencari Sani sekarang. Apakah dia sudah pulang? Aku ingin mengantarnya pulang jika dia belum pulang. Aku coba Tanya teman satu kelasnya saja. Aku keluarkan hp dari sakuku, sudah kuketik pesan tapi kuurungkan untuk mengirimnya. Aku takut jika dia bertanya mengapa aku mencari Sani, aku harus menjawab apa. Aku masukkan lagi hp ku ke dalam saku. Pandanganku menuju ke orang yang sedang berjalan kearahku, sepertinya dia Sani. Ya.. benar itu Sani, saat aku cari dia datang sendiri menghampiriku.
“hai, sudah selesai kuliahnya?” Tanya ku mengawali
“sudah, tapi aku masih harus ke perpustakaan, ada tugas yang harus kuselesaikan” jawabnya
“ow.. kalau begitu mau aku temani?” entah dorongan dari mana sehingga aku mampu mengatakan itu kepadanya
“eh… nggak usah, aku bakalan lama kog. Mending kamu pulang aja, ini udah hampir sore lho.” Katanya
“enggak papa kog, lagian aku lagi nggak ada kerjaan. Mungkin aku bisa bantu kamu ngerjain tugas, tapi kalau malah mengganggu ya maaf” kataku padanya
“enggak kog, nggak ganggu. Kalau kamu mau temani aku ya ayo” iya mengajakku dan berjalan ke perpustakaan.
Di perpustakaan dia begitu serius mengerjakan tugasnya, terkadang meminta ku untuk mengambil buku yang ia butuhkan. Ternyata ia memang membutuhkan teman untuk membantunya, dan perpustakaan ini memang sedang sepi, jadi ada gunanya juga aku menemaninya.
Sore tiba, tugas Sani sudah selesai. Kini saatnya pulang, aku menawarkan untuk mengantarnya. Awalnya ia tidak mau tapi setelah ku paksa akhirnya dia mau. Di perjalanan kali ini nggak sekaku waktu pertama aku mengantarnya pulang, aku berbincang tentang banyak hal. Begitu sampai di rumahnya, aku jadi ingin meminta nomernya.
“Sani, aku boleh meminta nomer hpmu ? barangkali jika aku ada perlu kan tinggal sms kamu aja” tanyaku
“boleh kok, kebetulan aku juga ingin tau nomer mu. Ini nomerku 0856********” jawabnya sambil aku mengetik nomernya di hpku, kemudian menghubunginya.
“itu nomerku.” Kataku
“yang belakangnya 56 ini ya?” tanyanya
“ia, kalau begitu aku pulang dulu ya. Sampai ketemu besok.” Aku langsung melajukan motorku.
Setelah sampai di kos, aku langsung mandi dan beristirahat sebentar, kemudian mengerjakan tugas-tugas kulliahku. Sambil mengerjakan tugas, aku memandangi layar hp ku yang tertuju pada nomer  Sani. Ingin aku sms, tapi aku gugup sekali. Malam tiba, sebelum tidur aku sms Sani hanya sekedar mengucapkan terima kasih.
To Sani :
‘terima kasih untuk hari ini, selamat malam dan selamat tidur. Sampai jumpa besok.’
Huh… akhirnya aku berani juga untuk sms. Tak lama hp ku berbunyi
From Sani :
‘terima kasih juga karena telah membantuku mengerjakan tugas dan mengantarku pulang. Selamat malam dan selamat tidur juga’
**
Hari ini saat aku berangkat ke kampus, aku melihat Sani sedang bersama-sama anak jalanan, ia tertawa bersama mereka. Aku parkir motorku tak jauh dari Sani berada kemudian menghampirinya.
“Sani, sedang apa kamu di sini?” tanyaku
“oh, hai Igo, aku sedang mengajari anak-anak ini. Kamu mau tidak kuliah?” katanya
“kebetulan aku sedang lewat dan melihat kamu, karena penasaran aku turun dan memarkir motorku. Kuliahku nanti jam 9, aku hanya bosan di kos makanya aku berangkat lebih awal” kataku
“oh, kamu mau ikut aku mengajar mereka ?” Tanya Sani
“boleh, apa yang harus aku lakukan”
“kita sedang belajar berhitung kau bisa membantu mereka menghitung”
Setengah jam sudah aku berada di sini, anak-anak tadi baru saja pulang. Aku dan Sani berangkat ke kampus dengan motorku.
“mengapa kamu melakukan hal tadi ?” Tanya ku pada Sani
“aku hanya ingin mengajari mereka, aku tahu sekolah sekarang sudah gratis, tetapi banyak orang tua mereka yang tidak mendaftarkan mereke ke sekolah, dengan alasan sepatu, seragam, buku, dll yang harus mereka tanggung. Jadi aku ingin mengajari mereka dengan memberikan buku gratis, dan sekolah tanpa seragam. Jadi orang tua mereka tidak usah khawatir dengan biaya.” Jawabnya
“wah, kamu mulia banget, jarang ada yang kayak kamu lho. “ puji ku
Dia bukan hanya memiliki senyuman yang seperti biadadari tetapi juga mempunya hati yang tulus seperti bidadari. Sambil ku lihat senyumnya yang mengembang dari kaca sepion, benar-benar cantik dan seperti bidadari.